Review Imperfect: Potret Penyebab Insecure yang Real
Imperfect adalah
film mengenai merayakan ketidaksempurnaan perempuan yang sering menjadi sumber insecure. Konflik utamanya berkisar pada
kondisi fisik dan juga karir yang dialami perempuan, khususnya di usia remaja
dan dewasa muda. Sosok Rara menjadi wakil bagi saya dan penonton perempuan
lainnya yang menghadapi masalah serupa di berbagai jenjang usia.
Saya baru menonton film yang dibuat Ernest Prakasa satu kali
yaitu Milly & Mamet. Namun dari
situlah saya jatuh cinta dengan kemasan filmnya yang segar, lucu dan menyajikan
drama yang tidak berlebihan. Kelebihan Ernest adalah menampilkan cerita dengan
konflik sehari-hari. Pas dengan bumbu komedi yang tidak murahan. Menariknya lagi, film terbaru ini ditulis Ernest bersama istrinya Meira Anastasia. Meira menulis buku berjudul Imperfect yang menjadi bestseller.
Jika di film Milly & Mamet saya bisa mengintip sekelumit kehidupan pernikahan pasangan muda
dengan segala kurang lebihnya, di film Imperfect
: Karier, Cinta & Timbangan ini saya beberapa kali harus menekan tombol
pause di pikiran karena beberapa
kenangan tidak menyenangkan bermunculan. Wajar saja jika air mata bahkan sudah
siap-siap menggenang baru di pembukaan film. (Baca Juga: Review Film Milly & Mamet)
Alur Runtut dengan Tokoh yang Pas
Film dibuka dengan lahirnya adik perempuan Rara. Sumber ketidakpercayaan
diri ini berasal dari kata-kata ibunya yang bertubuh ramping, kulitnya mulus,
dan jelita (Karina Suwandi). Rara
terlahir dengan gen papanya. Kulit Rara hitam manis serta doyan makan hingga
tubuhnya subur. Bayangkan, sejak adik
bayinya yang imut lahir, kawan-kawan mamanya telah membandingkan Rara yang
masih anak-anak dengan si adik.
Sumpeknya Rara di Tengah Kesempurnaan Fisik Rekannya |
Mulanya Rara biasa saja karena sang papa selalu menjadi
penyembuh luka batinnya. Sampai di sebuah kecelakaan tragis, Rara harus
kehilangan laki-laki yang menjadi tempatnya berbagi cerita. Adegan-adegan
seperti Rara yang tumbuh dewasa dan diminta mamanya kontrol makan, mengingatkan
saya dengan diri sendiri. Dulu setelah datang bulan di kelas 2 SMP, mama saya
sangat mengontrol asupan makanan. Mama rajin mengajak senam dan melarang makan
terlalu malam. Setelah makan, saya dilarang tiduran agar perut tidak melebar.
“Kalau aku protes entar dibilang baper.” Kalimat yang
diucapkan Rara ketika sahabatnya bertanya kenapa dia tidak membalas semua
komentar bodyshaming ini sekali lagi
mewakili apa yang dirasakan para korban guyonan menggunakan objek badan.
Ya, Mohon Sisakan Satu Buat Kami yang Kaya Dika 😆 |
Tanpa sadar saya dulu juga sering meledek kawan dari warna
kulit dan sering tersinggung jika ada yang mengatakan betapa tembamnya pipi
saya. Jika mau protes, takutnya dibilang baper padahal katanya hanya bercanda
saja. But, seriously, bodyshaming is not
funny.
Untungnya, Mama memberi contoh dengan tidak meminta
kesempurnaan. Kesehatan adalah hal utama yang bisa dicapai dari menjaga pola
makan dan olahraga. Berbeda dengan yang dialami Rara. Seringkali bodyshaming ia terima karena kondisi
fisik yang tak selangsing serta tak seputih gadis lainnya. Beruntungnya Rara
memiliki kekasih seperti Dika (Reza Rahardian) yang menerimanya apa adanya. Semua
tokoh baik dari tokoh utama sampai pemeran pendukung, sangat pas dalam
membawakan perannya. Mereka berbicara lewat dialog dan sorot mata.
Konflik Sederhana Namun Sarat Makna
Alur film ini terbilang sederhana. Saya juga suka dengan
trio perempuan muda yang tinggal di dekat rumah Dika. Ketiga komedian perempuan
ini memiliki keluhan masing-masing soal fisiknya mulai dari rambut kribo yang
ingin diluruskan, tompel yang ingin ditutupi dengan rambut, dan bagian fisik
lain yang menjasi sumber tidak percaya diri. Humor soal bahasa Sunda dalam
interaksi lugu ala anak gadis muda, cukup kuat mengocok perut.
Geng Cewek Koplak Penyegar Suasana, I miss them, hahaha |
Ada sosok geng gadis cantik yang hatinya tidak secantik
parasnya. Adegan betapa pentingnya visual cantik serta menarik yang membuat
para pria pilih kasih dalam memperlakukan lawan jenisnya, bukanlah hal baru di
dalam cerita. Semuanya bisa ditebak. Namun keunggulan film ini tentu dari kemasan
filmnya, soundtrack menggugah, dan chemistry antar pemeran. Jangan lupakan
pengorbanan Jessica Milla yang rela naik puluhan kilogram demi mendapat lemak
sungguhan, bukannya kulit tambalan. Meskipun ada beberapa pemeran pendukung yang rasanya kurang maksimal dalam akting, seperti geng cewek cantik di kantor Rara, kekurangan ini tertutupi dengan plot yang tersusun baik.
Film Indonesia makin menunjukkan tren positif dengan baiknya
animo masyarakat pada film negeri sendiri. Untuk film genre drama, horor, dan
komedi, Indonesia telah memiliki taringnya. Film superhero pun geliatnya mulai terasa bergairah. Bravo untuk sineas film Indonesia!
1 Komentar
{Pesan utamanya tentang bodyshamming yah... duh jadi ingat dulu2 sering ikutan bully orang. Betapa tidak nyamannya yah
BalasHapusSilakan berkomentar dengan sopan tanpa menyinggung SARA, ya ^_^